Jumat, 03 Juli 2015

Mengenal Stres, Jenis-jenis Stres, Penyebab dan Dampaknya Bagi Kita

Apakah Stres itu? Beragam Pengertian Stres Menurut Para Ahli
Apakah stres itu? Stres adalah gejala alamiah makhluk hidup

Stress adalah istilah populer di kalangan masyarakat yang sebenarnya berasal dari bahasa Inggris (“stress”), yang berarti “tekanan” atau “perasaan tertekan”, atau “tegangan”, sedangkan kondisi atau objek yang memicu timbulnya stres disebut “stressor”. Dan pengertian stres secara umum adalah kondisi di mana makhluk hidup mengalami tekanan atau merasa tertekan dengan suatu keadaan yang menyebabkan perasaan tidak nyaman, tersiksa dan menderita. Sedangkan menurut Schuler, E. (Inggris) dalam bukuDefinition and Conceptualization of Stress in Organizations”, memberikan definisi stress sebagai suatu kondisi anda yang dinamis saat seorang individu dihadapkan pada peluang, tuntutan, atau sumber daya yang terkait dengan apa yang dihasratkan oleh individu itu dan yang hasilnya dipandang tidak pasti dan penting. (https://id.wikipedia.org/wiki/Stres).

Menurut Kamus Istilah Ilmu Kedokteran “Merriam-Webster Medical Dictionary”, stres adalah faktor fisik, kimiawi atau emosi yang menyebabkan ketegangan tubuh atau mental, dan dapat menjadi salah satu faktor pemicu timbulnya beragam penyakit fisik dan mental. Sedangkan menurut seorang pakar terkenal di bidang stres, Hans Selye, mendefinisikan stres sebagai respon tubuh nonspesifik terhadap tuntutan apa saja.

Sebenarnya stres itu ada yang terjadi pada fisik, stres oksidatif (kadar radikal bebas yang berlebihan dalam tubuh manusia), dan ada juga yang terjadi pada masalah psikologis atau emosional. Namun pada tulisan ini kita akan fokus membahas mengenai stres yang terjadi pada masalah kejiwaan (emosional), karena stres jenis ini lebih kompleks dan lebih sulit diatasi daripada stres yang terjadi pada fisik. Selain itu, stres juga bukan hanya dialami oleh manusia, tapi bisa terjadi pada hewan dan tumbuh-tumbuhan.

Jenis-jenis Stres
Tidak seperti pemahaman orang awam pada umumnya, stres itu sejatinya tidak selalu berkonotasi negatif dan berakibat buruk (desktruktif). Dalam ilmu psikologi dikenal ada empaat jenis stres yang umum dialami manusia, yaitu; “Eustress”, “Distress”, “Hyperstress” dan “Hypostress”. (Adi W. Gunawan, The Miracle of Mindbody Medicine, 2012)

1. Eustress adalah stres jangka pendek yang bisa memberikan kekuatan atau semangat, bersifat menantang namun masih dapat dikendalikan oleh orang yang mengalaminya. Stres jenis ini justru meningkatkan antusiasme, kreatifitas, motivasi dan aktifitas fisik. Stres ini justru bermakna positif yang terjadi di saat kita membutuhkan motivasi dan inspirasi. Contohnya saat kita sedang terlibat dalam sebuah kompetisi atau persaingan menantang. Tuntutan atau tekanan untuk melakukan yang terbaik dan bisa memenangkan kompetisi tersebut disebut eustress.

2. Distress adalah stres yang dianggap atau dinilai terlalu berat untuk diatasi oleh seseorang. Dia menganggap masalah atau beban mental yang dialaminya itu adalah sesuatu yang membingungkan, dilematis dan tipis harapan untuk mengatasinya, hingga berujung pada keputusasaan atau frustasi, seakan-akan tidak ada solusi yang bisa memberikan jalan keluar dari permasalahan atau beban mental tersebut.

Stres jenis distress ini terbagi menjadi 2 tipe, yaitu stres akut dan stres kronis. Stres akut adalah stres yang intens yang muncul dan hilang dengan cepat. Misalnya saat kita di tengah jalan sempit bertemu dengan seekor anjing galak atau di tengah hutan bertemu seekor ular berbisa yang mematikan. Meskipun tingkat stres ini cukup tinggi, namun jika sudah melewatinya kita akan merasa lebih tenang dan kembali ke kondisi normal. Sedangkan stres kronis adalah stres yang sudah berlangsung cukup lama, bisa berminggu-minggu, berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Contohnya seorang remaja yang mengikuti ujian di sekolahnya, yang menuntutnya untuk mentargetkan nilai akademik yang tinggi dan mendapatkan predikat lulus yang memuaskan orangtuanya. Jika selesai masa ujian, remaja tersebut akan kembali normal sedia kala usai melewati masa-masa yang menegangkan penuh tantangan tersebut.

3. Hyperstress adalah kondisi yang terjadi bila seseorang didorong melampaui kemampuannya untuk bertahan dan mengatasi suatu tekanan yang menimpanya. Stres jenis ini muncul sebagai akibat dar kondisi beban mental yang berlebih atau bekerja dan berfikir terlalu keras, bahkan kadang melampaui batas kemampuannya. Saat seseorang sedang mengalami hyperstress, hal-hal sepele pun bisa memicu respon emosional yang cukup kuat, hingga emosinya 'meledak' dan meluap membabibuta, marah besar yang kadang tak terkontrol, atau bahkan menangis tersedu-sedu. Tak jarang stres ini bisa membuat seseorang tak mampu mengendalikan perilakunya dan berbuat tindakan yang merugikan dirinya sendiri maupun orang lain, atau lingkungan sekitarnya (destruktif). Contohnya adalah seseorang yang dipecat dari pekerjaannya, ditinggal orang tercinta, gagal dalam bisnis, dililit hutang, dan lain sebagainya.

4. Hypostress adalah kebalikan dari hyperstress. Hypostress terjadi saat seseorang merasa hidupnya monoton, membosankan, tidak ada tantangan, merasa berada di titik jenuh dan hidupnya seakan tak tentu arah. Orang yang sering mengalami hypostress biasanya sering gelisah, galau, apatis, dan kehilangan semangat hidup. Contohnya buruh pabrik yang melakukan pekerjaan yang sama secara berulang-ulang, tentu lama kelamaan akan mengalami kejenuhan, bosan dengan aktifitas yang monoton tersebut tanpa banyak kemajuan dan perubahan dalam hidupnya. Misalnya nominal gajinya yang tak kunjung naik meski telah bekerja bertahun-tahun di perusahaan tempatnya bekerja.

Penyebab dan Faktor-faktor Pemicu Timbulnya Stres (Stressor)

Tekanan dan tuntutan hidup memicu timbulnya stres
Stressor atau penyebab munculnya stres pada seseorang ada beragam faktor. Secara garis besar bisa dibagi menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah penyebebab stres atau stressor yang berasal dari dalam diri sendiri, dalam hal ini adalah fikiran seseorang. Faktor internal disebut juga stres subjektif, yang disebabkan oleh interaksi antara fikiran dan tubuh seseorang. Misalnya bagaimana kita memandang atau menilai suatu keadaan dan situasi dalam persepsi kita. Misalnya ketika kita melihat sebuah benda panjang yang melilit sebuah pohon saat kita melewati jalanan yang gelap, fikiran kita langsung meyakini bahwa benda tersebut adalah ular berbahaya yang mengancam keselamatan kita, padahal belum tentu benda tersebut adalah ular. Namun tubuh kita tetap merespon stres tersebut secara spontan, misalnya jantung berdebar-debar, nafas tersengal-sengal, bibir kaku dan kemungkinan kita bunuh ular tersebut ataupun lari untuk menjauh dari ular tersebut.
Menurur Dr. LA Hartono dalam buku “Stres dan Stroke” (Yogyakarta, Terbitan Kanisius, 2007), secara umum faktor-faktor penyebebab stress atau stressor dapat digolongkan menjadi beberapa kelompok sebagai berikut:

  1. Tekanan Fisik: Kerja otot atau olahraga berat, misalnya latihan bagi atlit yang cukup berat dan lama dengan intensitas tinggi, berfikir terlalu berat dan lama tanpa jeda rileksasi, dan lain sebagainya.
  2. Tekanan Psikologis atau Mental: Hubungan suami istri yang tidak harmonis, masalah internal dengan orangtua atau keluarga, persaingan dalam dunia kerja atau bisnis, hubungan sosial yang tidak akur, etika moral, dan lain sebagainya.
  3. Tekanan Sosial-Ekonomi: kesulitan mencari pekerjaan (pengangguran), dililit hutang besar yang menumpuk, tuntutan biaya sekolah atau kuliah yang 'mencekik leher', tagihan kredit yang menunggak, rasialisme, diskriminasi sosial, diperlakukan asing orang masyarakat, konflik antarwarga, dan lain sebagainya.

Pengaruh Stres Bagi Diri Manusia

Di awal sudah kita bahas bahwa tidak semua stres itu berarti negatif, dan tidak semua stres mengakibatkan dampak buruk bagi orang yang mengalaminya. Karena sejatinya stres adalah gejala normal dan alamiah yang terjadi pada makhluk hidup yang beradaptasi dengan lingkungan dan keadaan, terutama manusia yang memiliki dimensi kehidupan yang sangat kompleks dan dinamis. Sejak bayi pun kita sudah mengalami stres, misalnya seorang bayi yang terbangun dari tidur dan tidak melihat seseorang pun di dekatnya, rasa takut akan kesendirian ini membuat bayi menangis.
Namun seiring perkembangan kecerdasan dan pola pikirnya, manusia menghadapi tantangan hidup yang semakin berat, persaingan yang semakin ketat, tuntutan hidup yang kian tinggi, serta beragam problematika kehidupan yang semakin rumit senantiasa dihadapinya. Jika ketika masa kanak-kanak bisa meminta uang jajan kepada orangtuanya, maka ketika dewasa dia dituntut harus bekerja keras mencari uang untuk keluarga dan anak-anaknya.

Stres pada masa remaja dan dewasa inilah yang sangat intens dan rawan dengan berbagai dampak negatif, baik bagi kesehatan fisik maupun kesehatan mental (psikologis). Stres pada masa ini tekanan dan tuntutan hidup semakin banyak dan kuat, tak jarang manusia yang mengalaminya akan frustasi, putus asa hingga bisa berujung fatal pada tindakan bunuh diri.

Efek buruk yang diakibatkan oleh distres jangka panjang ini ada yang bersifat psikologis atau emosional, dan ada pula yang bersifat fisik (fisiologis) yang dikenal dengan istilah “psikosomatis”. Berikut rinciannya:

  • Efek Pada Kejiwaan/Emosional (Psikologis)
Dampak yang dirasakan terjadi pada jiwa seseorang yang mengalaminya, misalnya mudah tersinggung, perasaannya sensitif, sering marah-marah karena hal sepele, sering melamun, tatapan mata kosong, lesu, tak bergairah, tak punya semangat dan harapan hidup, produktifitas dan prestasi kerja atau akademis menurun, terhambat, sulit fokus (konsentrasi menurun), lamban berfikir, sering lupa pada hal-hal yang baru saja dilakukannya, nafsu makan tak terkendali atau justru kehilangan selera makan (anorexia), cemas dan khawatir berlebihan (anxiety), sering takut berlebihan tanpa sebab (paranoid), mengurung diri dan menjauh dari pergaulan sosial, dan pada tingkat lanjut bisa mengakibatkan seseorang menjadi gila, berperilaku di luar kendali dirinya, kesadaran akan dirinya berkurang, hingga yang lebih parah bisa berujung pada upaya bunuh diri untuk mengakhiri hidupnya.

  • Efek Pada Fisik (Fisiologis)
Ada keterkaitan erat antara jiwa dengan fisik manusia. Apa yang sedang terjadi pada jiwa manusia, bisa mempengaruhi kondisi fisik manusia, demikian pula sebaliknya. Hubungan ini disebut Psikosomatis, berasal dari kata “psychosomatic”, yang berakar dari bahasa Yunani, yaitu “psyche” yang berarti jiwa atau fikiran, dan “somato” berarti tubuh. Dengan kata lain, psikosomatis adalah suatu kondisi dimana fikiran dapat mempengaruhi tubuh. Perubahan tubuh yang dapat dipengaruhi oleh stres antara lain:

-Stres akan menurunkan sistem kekebalan tubuh (imunitas), sehingga kita mudah terserang berbagai penyakit.
-Kadar keasaman tubuh (pH/potential hydrogen) pada orang yang sedang stres berada pada level di bawah 7, yang biasa disebut sebagai “asidosis”, yang bisa memicu beragam penyakit disebabkan oleh ketidakseimbangan pH tersebut.
-Saat kita stres, produksi asam lambung pun meningkat, sehingga rawan dengan sakit lambung kronis, misalnya; sakit maag/radang lambung (gastritis), diare, naiknya asam lambung ke kerongkongan yang disebut Gastro Esophageal Reflux Disease (GERD), dan lain sebagainya.
-Saat kita merasa tertekan, hormon noradrenalin diproduksi tubuh, akibatnya pembuluh darah menyempit, dan peredaran darah (sirkulasi) pun terhambat.
-Stres mengakibatkan pembentukan oksigen aktif atau radikal bebas dalam jumlah besar, yang menyebabkan oksidasi tubuh, serta memicu beragam penyakit, kerusakan gen dan penuaan dini sebagai akibat dari radikal bebas yang berlebihan ini.

Pada akhirnya, orang yang stres berat dan berkepanjangan akan sangat beresiko terkena beragam penyakit berat, antara lain; darah tinggi (hipertensi), kolesterol tinggi, asam urat, penuaan dini, luka borok pada lambung (ulcer), beragam penyakit kulit, seperti; eksim, alergi, psioriasis, peradangan kulit/dermatitis, sulit tidur (insomnia), sesak nafas (asma), sakit kepala (migrain, vertigo), bahkan penyakit yang sangat mematikan dan sangat sulit disembuhkan, yaitu serangan jantung (heart attact), stroke, dan kanker.

Apa Pelajaran Yang Bisa Kita Ambil?

Kehidupan manusia di dunia ini ibarat sebuah kapal yang berlayar di lautan, setiap saat ancaman ombak gelombang tinggi dan hantaman badai di tengah lautan senantiasa menanti di depan mata. Jika konstruksi kapal tidak kuat, atau nahkoda/awak kapal tidak terampil dan siaga menghadapinya, maka kapal akan tenggelam ditelan dahsyatnya badai dan terjangan ombak. Demikian pula dalam mengarungi samudera kehidupan, kita akan senantiasa menghadapi berbagai ancaman terjangan badai dan ombak kehidupan yang sulit kita hindari. 

Dibutuhkan keterampilan mental dan kekuatan hati yang teguh untuk menghadapinya, bukan lari dari kenyataan yang sejatinya tidak akan membawa kita keluar dari masalah, justru kerap membuat kita frustasi dan putus asa seakan kiamat sudah terjadi dalam hidup kita. Belum lagi ancaman berbagai penyakit yang diakibatkan dari stres yang berkepanjangan. Kunci menghadapi stres adalah dengan belajar dan berlatih untuk memanajemen stres, ikhlas, sabar dan pasrah menerima kenyataan, serta menyadari bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah atas kehendak Tuhan yang maha kuasa. Dengan sikap mental ini akan senantiasa memperkuat jiwa kita dari bahaya stres berkepanjangan dan hidup kita akan cenderung lebih tenang dan bahagia.

Artikel terkait:
1. Inilah Yang Terjadi Pada Tubuh Kita Ketika Stres Melanda
2. 10 Cara Ampuh Ini Terbukti Bisa Mengatasi Stres Berat



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berkomentar, bertanya atau menambahkan opini pada artikel ini. Mohon berikan nilai manfaat dengan memberikan masukan yang berguna dan mohon jangan berpromosi atau berkomentar yang tidak relevan dengan artikel.